Slamat datang

SELAMAT DATANG DI BLOG UMI SUGIHARTI ALMANSHURI.... SEMOGA ALLOH TA'AALA SENANTIASA MERIDHOI JALINAN UKHUWAH ISLAMIYAH VIA BLOG UMI INI... DENGAN HARAPAN LIMPAHAN ROHMAT DAN KEBAROKAHAN MENAUNGI KITA SEMUA... AAMIIN...




Jumat, 22 Maret 2019

NUSYUZ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ
 رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:  إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خُمُسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, melaksanakan puasa pada bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja ia kehendaki.”
[HR Ibnu Hibban]

Para Ulama menyatakan bahwa nusyûz termasuk perbuatan dosa, karena istri menyelisihi kewajibannya untuk mentaati suami, padahal kedudukan suami bagi istri itu sangat agung.

Banyak keterangan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hak suami yang begitu tinggi kepada istrinya, sebagaimana hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Kalau aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka tentu aku sudah memerintahkan para istri untuk sujud kepada suaminya”. [HR. At-Tirmidzi]

Bentuk-Bentuk Nusyûz Dan Ancamannya
Nusyûz atau kedurhakaan istri kepada suami sangat banyak bentuknya. Berikut ini di antara nya:

1. Tidak Bersyukur Kepada Suami
Kebaikan suami kepada istri itu begitu banyak. Mulai dari nafkah kepada keluarga, menjaga anak istri, memberikan ketenangan dan ketentraman rumah tangga, dan lainnya. Maka kewajiban istri adalah bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla kemudian kepada suaminya. Tidak bersyukur kepada suami menjadi sebab kemurkaan Allâh kepada seorang istri, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits Nabi berikut ini:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
Dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allâh tidak akan melihat seorang istri yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya”. [HR. An-Nasa’i]

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sikap istri yang tidak bersyukur kepada suami merupakan sebab banyaknya wanita masuk neraka.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu , dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Neraka telah diperlihatkan kepadaku, ternyata mayoritas penghuninya adalah wanita, mereka kufur (mengingkari)”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Apakah mereka kufur (mengingkari) Allâh?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka mengingkari suami dan mengingkari perbuatan kebaikan. Jika engkau telah berbuat kebaikan kepada seorang wanita (istri) dalam waktu lama, kemudian dia melihat sesuatu (yang menyakitkannya-red) darimu, dia berkata, “Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu!”. [HR. Al-Bukhâri, dan Muslim]

Yang dimaksud bersyukur kepada kebaikan suami bukan sekedar mengakui kebaikannya. Sebab kata “syukur” di dalam Bahasa arab itu dilakukan oleh hati, lidah, dan anggota badan. Oleh karena itu istri wajib mengakui berbagai kebaikan suami dengan hatinya, mengungkapkan dengan lidahnya, dan melakukan segala yang menyenangkan suaminya dengan anggota badannya.

2. Menyakiti Suami
Termasuk kewajiban istri adalah mentaati perintah suami dan menyenangkan ketika dilihat suami. Ketika istri berbuat sebaliknya, yaitu menyakiti suami yang Mukmin, dengan bentuk apapun, maka dia akan mendapatkan murka Allâh Azza wa Jalla , bahkan murka bidadari surga yang akan menjadi istrinya. Di dalam hadits shahih disebutkan:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لاَ تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
Dari Mu’adz bin Jabal, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, melainkan istrinya dari kalangan bidadari akan berkata, “Janganlah engkau menyakitinya, semoga Allâh memusuhimu. Dia (sang suami) hanyalah tamu di sisimu, hampir saja ia akan meninggalkanmu menuju kepada kami.” [HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah]

3. Menolak Ajakan Suami
Istri berkewajiban melayani suami sebatas kemampuannya asal bukan dalam perkara maksiat. Termasuk ketika suami mengajaknya ke tempat tidurnya, maka istri tidak boleh menolak.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang suami memanggil isterinya ke tempat tidurnya, namun istrinya enggan (datang), lalu suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, malaikat melaknat isteri itu sampai masuk waktu subuh.” [HR. Al-Bukhâri,dan Muslim]

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan dalil tentang haramnya istri menolak ajakan suami ke tempat tidur tanpa halangan syar’i. Dan haidh bukan merupakan halangan menolak, sebab suami punya hak bersenang-senang dengan istrinya.

4. Keluar Rumah Tanpa Idzin
Seorang istri tempatnya di rumah, dia tidak  boleh keluar rumah kecuali dengan izin suami. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu (para istri Nabi) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allâh dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allâh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. [Al Ahzâb 33]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan.”

Syaikhul Islam berkata, “Tidak halal bagi seorang istri keluar rumahnya tanpa izin suaminya. Tidak halal bagi seorangpun menjemputnya dan menahannya dari suaminya, baik dia sebagai wanita yang menyusui, atau sebagai dukun bayi (bidan), atau pekerjaan lainnya. Jika dia keluar rumah tanpa izin suaminya, berarti ia telah 
berbuat nusyûz(durhaka) bermaksiat kepada Allâh dan Rasul-Nya, dan layak mendapat hukuman."

Semoga bermanfa'at...

MENGUNGKIT SEDEKAH MERUSAK BERKAH IBADAH

Oleh: Umi Endang Sugiharty Al-Manshury
Ikhlas adalah fondasi dalam seluruh jenis ibadah, termasuk ketika berinfak dan bersedekah. Allâh Azza wa Jalla akan melipatgandakan balasan bagi orang yang berinfak di jalan-Nya dengan ikhlas.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. [Al-Baqarah 261]

Tetapi balasan yang besar tersebut disyaratkan dengan ikhlas, yang di antara tandanya adalah tidak mengungkit infak tersebut dan tidak mengiringi dengan perbuatan atau perkataan yang menyakitkan.

Sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla pada ayat berikutnya:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Robb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [Al-Baqarah 262]

LARANGAN MENGUNGKIT SEDEKAH

Oleh karena dengan kasih sayang-Nya, Allâh Azza wa Jalla melarang para hamba-Nya yang beriman melakukan  manna  (mengungkit pemberian) dan  adza (perkataan atau perbuatan yang menyakitkan), karena hal itu akan membatalkan pahala  sedekah yang telah mereka berikan.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al-Baqarah 264]

Di dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menyebutkan 4 perkara yang bisa merusak sedekah
√ Menyebut-nyebut sedekah. 
√ Menyakiti perasaan si penerima.
√ Berinfak karena riya (mencari pujian/nama) kepada manusia.
√ Tidak beriman kepada Allâh dan hari kemudian.

MAKNA MANNA DAN ADZA

Di dalam ayat di ini diterangkan bahwa manna (menyebut-nyebut sedekah) bisa membatalkan pahala sedekah. 
Oleh karena itu, kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan manna tersebut dan berusaha menjauhinya.

Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi rahimahullah berkata, 
Al-manna adalah menyebut sedekah dan menghitung-hitungnya kepada orang yang menerima sedekah dengan bentuk pemberian kebaikan kepadanya. Sedangkan al adza adalah: menyakiti orang yang menerima sedekah dan menghinakannya dengan kalimat yang pedas, atau kalimat yang merusak kehormatannya, atau menjatuhkan kemuliaannya.”
 [ surat Al-Baqarah ayat 262]

Ibnu Hajar al-Makkiy Rahimahullah berkata,

إنَّ الْمَنَّ هُوَ أَنْ يُعَدِّدَ نِعْمَتَهُ عَلَى الْآخِذِ أَوْ يَذْكُرَهَا لِمَنْ لَا يُحِبُّ الْآخِذُ اطِّلَاعَهُ عَلَيْهِ، وَقِيلَ: هُوَ أَنْ يَرَى أَنَّ لِنَفْسِهِ مَزِيَّةً عَلَى الْمُتَصَدَّقِ عَلَيْهِ بِإِحْسَانِهِ إلَيْهِ وَلِذَلِكَ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَطْلُبَ مِنْهُ دُعَاءً وَلَا يَطْمَعَ فِيهِ، لِأَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ فِي مُقَابَلَةِ إحْسَانِهِ فَيَسْقُطُ أَجْرُهُ

Al-Manna adalah menghitung-hitung pemberiannya (baik yang berupa kebaikan, pertolongan, sedekahdan lain-lain) kepada orang yang menerimanya, atau menceritakan pemberian itu kepada orang lain yang si penerima tidak suka orang itu mengetahuinya. Ada juga yang mengatakan, al manna adalah seseorang (yang telah bersedekah) melihat dirinya memiliki keistimewaan melebihi orang yang menerima sedekah karena dia telah berbuat baik kepadanya. Oleh karena itu tidak pantas orang yang bersedekah meminta doa darinya atau mengharapkannya, karena bisa jadi itu adalah balasan perbuatan baiknya sehingga pahalanya gugur”.

Ibnu Hajar rahimahullah juga mengatakan,

وَالْأَذَى هُوَ أَنْ يَنْهَرَهُ أَوْ يُعَيِّرَهُ أَوْ يَشْتُمَهُ، فَهَذَا كَالْمَنِّ مُسْقِطٌ لِثَوَابِهِ وَأَجْرِهِ كَمَا أَخْبَرَ اللَّهُ – تَعَالَى –

“Sedangkan al adza (gangguan) adalah orang yang bersedekah membentak orang yang menerima sedekah, atau menghinanya, atau mencelanya. Maka ini seperti al mann, menggugurkan pahala dan balasan sedekah sebagaimana telah diberitakan oleh Allâh Azza wa Jalla ”.

Al-Qurthubiy rahimahullah berkata di dalam tafsirnya,

الْمَنُّ: ذِكْرُ النِّعْمَةِ عَلَى مَعْنَى التَّعْدِيدِ لَهَا وَالتَّقْرِيعِ بِهَا، مِثْلَ أَنْ يَقُولَ: قَدْ أَحْسَنْتُ إِلَيْكَ وَنَعَشْتُكَ وَشِبْهَهُ. وَقَالَ بَعْضُهُمْ: الْمَنُّ: التَّحَدُّثُ بِمَا أَعْطَى حَتَّى يَبْلُغَ ذَلِكَ الْمُعْطَى فَيُؤْذِيَهُ. وَالْمَنُّ مِنَ الْكَبَائِرِ

Al-Mann adalah menyebut nikmat dengan maksud menghitung-hitung nikmat (kebaikan; pertolongan; sedekah; dll) dan menyalahkan dengannya (kepada orang yang menerimanya). Seperti mengatakan, “Aku telah berbuat baik kepadamu”, “Aku telah menolongmu”, dan semacamnya. Sebagian ulama berkata: mann adalah: menceritakan pemberiannya sehingga berita itu sampai kepada si penerima sehingga mengganggunya. Dan manna termasuk dosa besar”.[Tafsîr al-Qurthubiy]

MENGUNGKIT SEDEKAH TERMASUK DOSA BESAR

Para Ulama memasukkan perbuatan manna ini ke dalam dosa-dosa besar, seperti al-Qurthubiy di dalam tafsirnya, adz-Dzahabiy di dalam al-Kabair, dan Ibnu Hajar al-Makkiy di dalam az-Zawajir.
Bahkan ada ancaman-ancaman khusus dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perbuatan mengungkit-ungkit sedekah tersebut. Antara lain sebagai berikut:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ» قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا، قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ»

Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda: “Ada tiga orang, Allâh tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, Allâh tidak akan melihat mereka, Allâh tidak juga menyucikan (dosa-dosa) mereka, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . membacakan ayat ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka pasti kecewa dan rugi! Siapakah mereka itu wahai Rasûlallâh?” Rasûlullâh bersabda: “Al-Musbil (orang yang melakukan isbal), Al-Mannan (orang yang suka menyebut-nyebut kebaikannya/pemberiannya), dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah bohong.” [HR Muslim]

Bahkan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya diancam tidak akan masuk surga, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ، وَثَلَاثَةٌ لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمُدْمِنُ عَلَى الْخَمْرِ، وَالْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى “

Dari Salim bin Abdullah (bin Umar), dari bapaknya, dia (Abdullah) berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga orang yang Allâh ‘Azza wa Jalla tidak akan melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki, dan dayuuts.
Tiga orang yang tidak akan masuk surga: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, pecandu khamr (minuman keras), dan orang yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan”.
[HR. An-Nasai, Ahmad]

BAHAYA-BAHAYA MENGUNGKIT SEDEKAH

Sebagian Ulama menyimpulkan beberapa bahaya mengungkit-ungkit sedekah... 
yaitu: Mengurangi pahala atau bahkan membatalkannya.Termasuk akhlak yang buruk.Ancaman keras bagi pelakunya.Menyusahkan dan manyakiti orang lain.Menyebabkan kemurkaan Allâh Azza wa Jalla.
Sifat itu menyerupai sifat orang-orang munafik. Pelakunya terhalangi dari kenikmatan melihat wajah Allâh dan diajak bicara oleh-Nya.

Setelah kita mengetahui hal ini, maka sepantasnya kita bersungguh-sungguh menjaga amal-amal shalih kita dari segala perkara yang bisa menggugurkannya, sehingga kita akan mendapatkan balasannya dengan sempurna di sisi Allâh Azza wa Jalla di Hari Pembalasan. Semoga Allâh Azza wa Jalla  selalu membimbing kita di dalam semua kebaikan dan menjauhkan dari semua keburukan.

KISAH DAJJAL

باب أحاديث الدّجال وأشراط الساعة وغيرها Dari An-Naas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – الدَّجَّال...